Jumat, 16 Agustus 2013

inspiring rhyme from sapardi djoko damono

Hai guys .. berikut ini kumpulan puisi yang menginspirasiku dari sang begawan Sapardi Djoko Damono.

yang fana adalah waktu
kita abadi:
memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
tapi, yang fana adalah waktu, bukan?
tanyamu
kita abadi

(yang fana adalah waktu, perahu kertas, kumpulan sajak)

dalam diriku mengalir sungai panjang,
darah namanya;
dalam diriku menggenang telaga darah,
sukma namanya;
dalam diriku meriak gelombang sukma,
hidup namanya;
dan karena hidup itu indah,
aku menangis sepuas-puasnya

(hujan bulan juni)

waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari
matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar
tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar
tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan

(berjalan ke barat waktu pagi hari)

akulah si telaga: berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil
yang menggerakkan bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
perahumu biar aku yang menjaganya

(akulah si telaga, perahu kertas, kumpulan sajak)

aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

I want to love you simply,
in words not spoken:
tinder to the flame which transforms it to ash
I want to love you simply,
in signs not expressed:
clouds to the rain which make them evanescent

(aku ingin, I want)

hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi

(hatiku selembar daun, perahu kertas, kumpulan sajak)

ia duduk di atas batu dan melempar-lemparkan kerikil ke tengah kali
ia gerak-gerakkan kaki-kakinya di air sehingga memercik ke sana ke mari
ia pandang sekeliling: matahari yang hilang-timbul
di sela goyang daun-daunan,
jalan setapak yang mendaki tebing kali, beberapa ekor capung
ia ingin yakin bahwa benar-benar berada di sini

(di atas batu, perahu kertas, kumpulan sajak)

the day will come
when my body no longer exists
but in the lines of this poem
I will never let you be alone
the day will come
when my voice is no longer heard
but within the words of this poem
I will continue to watch over you
the day will come
when my dreams are no longer known
but in the spaces found in the letters of this poem
I will never tired of looking for you 

(the day will come)

selamat pagi, Indonesia,
seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu
aku pun sudah selesai,
tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi
untuk mewujudkan setiaku padamu
dalam kerja yang sederhana …

(penggalan “selamat pagi Indonesia”)

mawar itu tersirap dan hampir berkata jangan
ketika pemilik taman memetiknya hari ini;
tak ada alasan kenapa ia ingin berkata jangan
sebab toh wanita itu tak mengenal isaratnya
tak ada alasan untuk memahami
kenapa wanita yang selama ini rajin menyiraminya
dan selalu menatapnya dengan pandangan cinta itu
kini wajahnya anggun dan dingin,
menanggalkan kelopaknya selembar demi selembar
dan membiarkannya berjatuhan
menjelma pendar-pendar di permukaan kolam

(bunga 2, perahu kertas, kumpulan sajak)

hanyutkan, sungai,
beribu kata, lagu,
dan tanda mata
yang tak sempat
dialamatkan kepada dunia 

(mengalirlah sungai)

mencintai angin harus menjadi siut
mencintai air harus menjadi ricik
mencintai gunung harus menjadi terjal
mencintai api harus menjadi jilat
mencintai cakrawala harus menebas jarak
mencintaiMu harus menjadi aku


(sajak kecil tentang cinta)

ketika kita saling berbisik
di luar semakin sengit malam hari
memadamkan bekas-bekas telapak kaki
menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar
ada yang masih bersikeras abadi

(sementara kita saling berbisik)

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu … itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu

(dalam doaku 1989)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar